1. Kasus Hak Pekerja
Mengikuti kesuksesan divisi bengkel dalam menuntut hak
kerja mereka, para pekerja di divisi kru bis pun mulai bergabung dengan Serikat
Pekerja. Pekerja divisi kru bis banyak mengalami pelanggaran hak-hak pekerja,
diantaranya adalah pembagian upah yang menganut sistem bagi hasil.
Perhitungannya sistem bagi hasil tersebut adalah :
·
Supir : 14% dari pendapatan bersih per hari
·
Kondektur : 8% dari pendapatan bersih per hari
·
Kenek : 6% dari pendapatan bersih per hari
Apabila pekerja tidak masuk kerja akan dikenakan denda
sebanyak Rp. 500.000/hari kecuali tidak masuk kerja karena sakit. Tunjangan
Hari Raya pun tidak pernah diberikan kepada pekerja. Masalah lain adalah
mengenai tidak diberikannya fasilitas jamsostek, sehingga apabila terjadi
kecelakaan kerja (kecelakaan bus), pekerja harus menanggung sendiri biayanya.
Kasus tersebut telah dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja
setempat, diputuskanlah bahwa kelima orang pekerja tersebut akan mendapat
pesangon dan kasusnya akan dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). (Http://www.gajimu.com.
Diakses dari Internet pada Hari Kamis, Tanggal 31 Oktober 2012, Pukul 01.15
WIB.)
2. Kasus Iklan Tidak Etis
Perang provider
celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita
dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling
menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu
yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung
menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu
adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah
bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim dan
Putri Titian.
Di situ, si Baim
disuruh om sule untuk ngomong, “om sule ganteng”, tapi dengan kepolosan
dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim
ngomong, “om sule jelek..”. Setelah itu, sule kemudian membujuk baim
untuk ngomong lagi, “om sule ganteng” tapi kali ini si baim dikasih es krim
sama sule. Tapi tetap saja si baim ngomong, “om sule jelek”. XL membuat sebuah
slogan, “sejujur baim, sejujur XL”. Iklan ini dibalas oleh TELKOMSEL
dengan meluncurkan iklan kartu AS. Awalnya, bintang iklannya bukan sule, tapi
di iklan tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya yang
kurang lebih berbunyi seperti ini, “makanya, jangan mau diboongin anak
kecil..!!!” Nggak cukup di situ, kartu AS meluncurkan iklan baru
dengan bintang sule. Di iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia
sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal,
jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin anak kecil sambil tertawa
dengan nada mengejek. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama
terjadi. Namun pada perang iklan yang satu ini, tergolong parah. Biasanya,
tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu
kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih
diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan
menggunakan bintang iklan yang sama.
3.
Kasus Etika Pasar Bebas
Akhir-akhir ini
makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama
menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan
luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam
pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk
berkembang mengikuti mekanisme pasar.
Dalam persaingan
antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering
kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang
berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor
dari Indonesia
yang ada di Taiwan .
Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari
produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung
bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic
acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk
membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010 ) pihak Taiwan telah memutuskan untuk
menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong,
dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk
dari Indomie.
Kasus Indomie kini
mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait
produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX
DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta , Selasa (12/10/2010 ). Komisi IX DPR akan meminta
keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar
yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di
dalam produk Indomie.
A Dessy
Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung
di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk
dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%.
Ketua BPOM
Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia
dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar
Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih
dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila
kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per
kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain
kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa
mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. SedangkanTaiwan bukan
merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan
seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia .
Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka
timbulah kasus Indomie ini.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan
http://novrygunawan.wordpress.com/2010/11/28/contoh-kasus-etika-bisnis-kasus-di-tolaknya-indomie-di-taiwan-tugas-etika-bisnis-ke-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar